Jakarta, TabelMedia.com 16 November 2025 — Kementerian Lingkungan Hidup / Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) kini mengambil langkah serius untuk menghadapi potensi kriminalitas dalam perdagangan karbon dengan melibatkan institusi yudikatif tertinggi, Mahkamah Agung (MA). Langkah ini dinilai strategis dalam membangun tata kelola pasar karbon Indonesia yang transparan, adil, dan berintegritas.
Pasar karbon melalui mekanisme nilai ekonomi karbon (NEK) menjadi instrumen krusial dalam mitigasi perubahan iklim. Namun, pertumbuhan pesat dan potensi keuntungan besar dari perdagangan karbon membuka celah untuk praktik curang, seperti manipulasi data proyek karbon, pengajuan proyek fiktif, atau bahkan skema kejahatan terorganisir (fraud karbon).
Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLH, Riza Irawan, menyatakan bahwa pihaknya sudah membahas “fraud karbon” dan bagaimana mencegahnya dengan MA sebagai mitra kajian.
Bentuk Kolaborasi: Multidisipliner dan Berbasis Ilmu
Menariknya, kolaborasi ini tidak akan hanya berupa tindakan pidana semata. Menurut Riza, sanksi yang akan terapkan bisa berupa:
- Administratif (misalnya peringatan, denda),
- Perdata (ganti kerugian atau pemulihan lingkungan),
- Pidana, atau kombinasi dari ketiganya tergantung hasil kajian ahli.
Menurut dia, keputusan soal jenis sanksi akan sangat bergantung pada argumentasi ilmiah (scientific base). Ini mencerminkan pemahaman bahwa kejahatan karbon sering melibatkan aspek teknis, seperti perhitungan emisi, verifikasi proyek karbon, dan kaidah lingkungan yang kompleks.
Landasan Sejarah: Kerja Sama Lintas Lembaga
Kolaborasi KLH dan MA bukan hal baru. Pada Maret 2023, keduanya menandatangani Nota Kesepahaman untuk memperkuat kapasitas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui pelatihan hakim lingkungan hidup.
>MA sendiri sudah kenal sebagai “Green Supreme Court” menurut pandangan KLH. Sebagai lembaga yudikatif yang semakin memperhatikan aspek lingkungan dalam putusan hukum.
Tantangan yang Dihadapi
Beberapa tantangan dalam pencegahan kejahatan karbon antara lain:
- Penegakan Integritas Pasar karbon bisa rentan terhadap proyek fiktif atau manipulatif. Tanpa mekanisme pengawasan dan kepastian hukum, integritas pasar bisa runtuh.
- Bukti Ilmiah Karena konteks karbon sangat teknis, perlukan alat bukti ilmiah yang kuat agar tuntutan hukum dapat berdiri kokoh. MA dan KLH perlu memastikan bahwa hakim memahami aspek-aspek teknis tersebut.
- Regulasi & Instrumen Meskipun NEK atur secara resmi lewat regulasi, pembentukan “safeguard” (perlindungan hukum, sosial, lingkungan) yang efektif masih dalam tahap perumusan.
- Kolaborasi Multi-pihak Untuk menjamin pengawasan menyeluruh, perlukan keterlibatan bukan hanya MA dan KLH, tetapi juga lembaga lain seperti Kejaksaan, organisasi masyarakat sipil, auditor karbon, dan pakar lingkungan.
Potensi Dampak Positif
Jika kolaborasi ini berjalan efektif, beberapa dampak positif yang dapat harapkan antara lain:
- Efek jera terhadap pelaku yang mencoba kecurangan di pasar karbon.
- Kepercayaan publik dan internasional terhadap pasar karbon Indonesia meningkat, menjadikannya lebih kredibel dan menarik untuk investor.
- Perlindungan lingkungan yang lebih baik, karena pelanggaran karbon bisa cegah lebih awal melalui sanksi dan pemulihan.
- Kepastian hukum bagi pengembang proyek karbon: dengan pedoman yang jelas, proyek yang sah bisa berjalan tanpa takut tuduh manipulasi secara tidak adil.
Perspektif Global & Akademis
Dalam kajian akademis, litigasi perubahan iklim (climate litigation) semakin menjadi alat penting di banyak negara, termasuk Indonesia.
Studi menunjukkan bahwa peradilan bisa menjadi arena bagi penegakan tanggung jawab atas emisi, baik dalam konteks pidana maupun perdata.
Kolaborasi antara KLH dan MA bisa menjadi langkah maju menuju sistem “multi-door” (buka banyak pintu) hukum karbon. Mencakup sanksi administratif, perdata, dan pidana yang lebih matang dan adaptif.
Langkah Kemen LH untuk menggandeng MA mengkaji pencegahan kejahatan karbon adalah sinyal positif bahwa Indonesia serius menjaga integritas dalam sistem karbonnya. Ini bukan hanya soal regulasi, melainkan juga kepastian hukum dan keadilan ekologis. Jika laksanakan dengan baik melibatkan ahli, sains, dan penegak hukum kolaborasi ini bisa menjadi model bagi negara lain dalam mengatasi risiko kriminalitas karbon di era pasar karbon global.