Jakarta, TabelMedia.com – Blok G Tanah Abang, yang dulu menjadi simbol keberhasilan dan daya tarik Jakarta, kini menghadirkan pemandangan yang jauh berbeda. Dalam beberapa tahun terakhir, pusat perdagangan yang pernah menjadi ikon kesuksesan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu mengalami penurunan yang sangat signifikan. Ketika Blok G pertama kali direnovasi dan ubah menjadi pusat perbelanjaan modern, harapan besar gantungkan padanya, baik oleh pemerintah maupun warga Jakarta. Namun, setelah melewati masa kejayaan, kini Blok G menyisakan kisah muram yang mencerminkan betapa cepatnya perubahan nasib suatu kawasan di ibu kota.
Dari Ikon Keberhasilan Menjadi Lorong Sepi
Pada awal pembukaan Blok G Tanah Abang yang baru, sekitar tahun 2017, kawasan ini penuhi dengan optimisme. Proyek revitalisasi yang lakukan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Jokowi bertujuan untuk meremajakan kawasan Tanah Abang, yang kenal sebagai pusat grosir tekstil terbesar di Asia Tenggara. Blok G, yang sebelumnya kenal sebagai pasar tradisional, sulap menjadi sebuah gedung perbelanjaan modern dengan fasilitas yang lebih baik, harapkan bisa menarik pembeli dari berbagai kalangan, termasuk wisatawan mancanegara.
Namun, seiring berjalannya waktu, kenyataan tidak seindah yang bayangkan. Meskipun pembangunan gedung baru ini laksanakan dengan semangat untuk memperbaiki perekonomian rakyat, Blok G justru mengalami nasib yang kurang menguntungkan. Setelah renovasi selesai, para pedagang yang semula berdagang di pasar tradisional seringkali merasa lebih nyaman dengan cara lama. Sebagian dari mereka lebih memilih untuk kembali berjualan di luar gedung, di pasar yang lebih terbuka, dengan harga sewa yang lebih terjangkau dan lebih fleksibel.
Kondisi ini tambah dengan beberapa masalah infrastruktur, seperti keterbatasan aksesibilitas, ruang parkir yang terbatas, dan manajemen pengunjung yang kurang baik. Hal ini membuat Blok G Tanah Abang kini lebih terlihat seperti lorong gelap dan sepi, jauh dari keramaian yang pernah ada. Gedung yang semula rencanakan menjadi pusat perbelanjaan modern kini hanya menyisakan deretan kios kosong, sementara lorong-lorongnya dipenuhi dengan kabut sepi dan debu.
Penurunan Aktivitas Ekonomi di Blok G
Kondisi ekonomi yang memburuk juga turut memperparah situasi Blok G. Pandemi COVID-19 menjadi pukulan berat bagi perekonomian Jakarta, dan khususnya bagi sektor perdagangan. Meski kondisi sudah mulai membaik setelah pelonggaran pembatasan sosial, namun dampaknya masih terasa. Terutama di Tanah Abang yang tergantung pada arus pembeli lokal maupun internasional.
Blok G yang seharusnya menjadi pusat perputaran uang kini malah terancam kehilangan daya tariknya. Pedagang yang berjualan di kawasan tersebut mengeluh karena semakin sedikitnya pembeli yang datang, baik yang berasal dari dalam kota maupun luar kota. Bahkan beberapa di antaranya mengungkapkan ketidaknyamanan berjualan di gedung yang lebih modern namun sepi pengunjung ini.
“Kami lebih suka di luar, di trotoar, meskipun lebih panas, tapi lebih ramai,” kata seorang pedagang tekstil yang temui di luar gedung.
Dengan aktivitas ekonomi yang lesu dan daya tarik yang menurun, Blok G kini bisa bilang hanya menjadi bayangan dari kejayaannya. Tempat yang seharusnya menjadi simbol kemajuan dan keberhasilan pembangunan di era Jokowi malah berakhir menjadi kawasan yang sepi dan suram.
Proyek Revitalisasi yang Tertunda
Revitalisasi kawasan Tanah Abang yang mencakup berbagai elemen, mulai dari peningkatan infrastruktur jalan hingga pembenahan transportasi publik, sempat gadang-gadang akan mengubah wajah kawasan ini. Namun, hingga kini proyek tersebut tidak menunjukkan hasil yang inginkan. Meskipun Blok G telah mengalami perubahan fisik, revitalisasi yang lebih luas dan mendalam untuk mendukung sektor perdagangan masih berjalan lambat.
Transportasi publik yang diharapkan dapat membawa lebih banyak pengunjung ke Tanah Abang. Seperti perbaikan stasiun kereta api dan pembangunan transportasi berbasis bus, juga belum sepenuhnya efektif. Kemacetan yang mengganggu dan kurangnya fasilitas parkir mempersulit aksesibilitas ke Blok G, yang akhirnya membuat banyak pembeli enggan untuk datang.
Selain itu, peran pemerintah dalam menjaga keberlangsungan Blok G Tanah Abang juga harus dipertanyakan. Pengelolaan gedung dan kawasan yang kurang optimal berkontribusi pada penurunan minat pedagang dan pembeli untuk mengunjungi Blok G. Tak jarang, pedagang yang ada mengeluhkan harga sewa yang masih terbilang tinggi meskipun jumlah pengunjung semakin berkurang.
Harapan di Tengah Kegelapan
Namun, meski Blok G kini terpuruk, masih ada harapan untuk menghidupkan kembali kawasan ini. Beberapa inisiatif pemerintah daerah mulai luncurkan untuk meremajakan kawasan Tanah Abang, termasuk pengembangan pusat belanja online dan digitalisasi pasar. Pemerintah juga berencana untuk meningkatkan kualitas transportasi publik yang menghubungkan Tanah Abang dengan kawasan lainnya di Jakarta. Beberapa pihak juga menyarankan agar Blok G Tanah Abang jadikan pusat kegiatan budaya atau ruang kreatif yang bisa menarik minat generasi muda.
Konsep “smart city” yang berbasis teknologi juga bisa menjadi solusi untuk menarik kembali pengunjung, baik lokal maupun internasional.
Dengan pendekatan yang lebih holistik, Tanah Abang berpotensi bangkit kembali menjadi pusat ekonomi yang menggeliat. Blok G Tanah Abang, yang dulunya menjadi simbol kebanggaan, kini memang terlihat muram. Namun, dengan sinergi antara pemerintah, pengelola pasar, dan masyarakat, bukan tidak mungkin kawasan ini dapat menemukan jalan kembali menuju kejayaan. Seperti halnya setiap perjalanan, kadang ada kemunduran sebelum akhirnya kebangkitan datang.
Semoga kisah muram Blok G Tanah Abang ini menjadi pelajaran. Untuk lebih memahami tantangan besar yang hadapi dalam membangun pusat perekonomian yang berkelanjutan. Bukan hanya sekadar mengandalkan pembangunan fisik semata.