Jakarta, TabelMedia.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyoroti potensi gratifikasi yang masih mengemuka dalam lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN). Melalui pemetaan yang lakukan terhadap berbagai proses tata kelola kepegawaian, KPK menegaskan bahwa area rekrutmen dan mutasi jabatan menjadi dua titik paling rawan terjadinya praktik gratifikasi. Peringatan ini sampaikan sebagai bagian dari upaya memperkuat integritas birokrasi serta mendorong reformasi yang lebih konsisten di lembaga pemerintahan. KPK menilai bahwa dua area tersebut kerap menjadi celah terbuka bagi oknum yang ingin memanfaatkan posisi maupun kewenangan tertentu.
Dalam rekrutmen ASN, risiko muncul ketika proses seleksi tidak sepenuhnya berjalan transparan dan akuntabel, sehingga menimbulkan peluang bagi pihak-pihak yang mencoba mempengaruhi hasil seleksi melalui pemberian sesuatu yang anggap dapat memperlancar proses. Sementara itu, dalam mutasi jabatan, potensi gratifikasi muncul ketika perpindahan, promosi, atau rotasi jabatan terjadi tidak sepenuhnya berdasarkan kinerja dan kebutuhan organisasi, melainkan barengi kepentingan lain yang tidak sejalan dengan prinsip meritokrasi. Melalui temuan ini, KPK berharap instansi pemerintah memperkuat sistem pengawasan internal serta meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi yang telah ada.
Risiko Sistemik dan Pentingnya Pencegahan Sejak Proses Awal
KPK menekankan bahwa gratifikasi di lingkungan ASN bukan hanya masalah individu, tetapi juga persoalan sistemik yang dapat merusak tata kelola pemerintahan jika biarkan. Pada proses rekrutmen, potensi risiko biasanya muncul sejak tahap awal seleksi. Ketika standar objektivitas tidak tegakkan secara konsisten, ruang negosiasi yang semestinya tidak ada justru bisa terbuka. Kondisi ini berpotensi menurunkan kualitas aparatur yang rekrut dan pada akhirnya melemahkan pelayanan publik. Di sisi lain, mutasi jabatan juga sering menjadi titik sensitif karena berkaitan langsung dengan jenjang karier pegawai. Dalam beberapa kasus, mutasi dapat persepsikan sebagai peluang untuk memperluas kewenangan atau mendapatkan posisi strategis.
Ketika proses tersebut tidak lakukan secara transparan, maka peluang terjadinya pemberian gratifikasi baik dalam bentuk uang. Fasilitas, maupun pemberian lainnya menjadi semakin tinggi. KPK mengingatkan bahwa praktik seperti ini tidak hanya melanggar hukum. Tetapi juga menghambat upaya membangun birokrasi yang profesional dan bebas intervensi. Sebagai langkah mitigasi, KPK mendorong seluruh instansi untuk memperkuat implementasi Sistem Merit serta memperjelas standar operasional dalam rekrutmen dan mutasi. Selain itu, peningkatan literasi antigratifikasi di kalangan ASN nilai penting agar setiap pegawai memahami batasan dan konsekuensi hukum atas tindakan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Dengan pemetaan area rawan ini. KPK berharap agar seluruh pemangku kepentingan semakin waspada dan aktif membangun budaya pelayanan publik yang bersih.