Jakarta, TabelMedia.com – Wacana langkah hukum Roy Cs yang sebut-sebut akan menempuh praperadilan terkait kasus yang menyeret nama Presiden Joko Widodo kembali menuai sorotan. Sejumlah pihak menilai upaya tersebut lebih bernuansa politis ketimbang memiliki kekuatan hukum yang solid. Salah satunya datang dari pengamat hukum Aryanto yang dengan tegas menyatakan bahwa praperadilan tersebut hampir pasti akan tolak oleh pengadilan.
Menurut Aryanto, praperadilan memiliki batasan yang jelas sebagaimana atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Tidak semua keberatan atau ketidakpuasan terhadap proses hukum dapat uji melalui mekanisme ini. Jika Roy Cs tetap memaksakan langkah praperadilan tanpa dasar yang kuat, hasilnya dapat prediksi sejak awal.
Dasar Praperadilan Dinilai Lemah
Aryanto menjelaskan bahwa praperadilan hanya dapat ajukan untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, maupun penghentian penuntutan. Dalam konteks kasus Jokowi yang persoalkan Roy Cs, Aryanto menilai tidak ada objek praperadilan yang memenuhi syarat formil maupun materiil.
“Praperadilan bukan ruang untuk beropini atau memperdebatkan dugaan secara politis. Harus ada tindakan aparat penegak hukum yang konkret dan bisa uji,” ujar Aryanto.
Ia menambahkan, jika tidak terdapat penetapan tersangka atau tindakan hukum yang merugikan secara langsung, maka gugatan praperadilan berpotensi langsung gugur. Selain itu, Aryanto menilai langkah Roy Cs berisiko menimbulkan preseden kurang baik dalam penegakan hukum. Praperadilan seharusnya menjadi instrumen perlindungan hak warga negara, bukan alat tekanan atau panggung narasi yang tidak berbasis hukum.
Lebih Bernuansa Politik daripada Hukum
Lebih jauh, Aryanto menilai bahwa isu praperadilan yang arahkan ke kasus Jokowi cenderung sarat muatan politik. Hal ini terlihat dari minimnya argumentasi hukum yang disampaikan ke publik, sementara narasi yang bangun justru lebih menekankan kontroversi dan opini. Menurutnya, pengadilan akan bersikap objektif dan berpegang pada aturan hukum yang berlaku. Hakim praperadilan tidak akan mempertimbangkan faktor popularitas tokoh atau tekanan opini publik.
“Jika syaratnya tidak terpenuhi, sekeras apa pun narasinya, tetap akan tolak,” tegas Aryanto.
Aryanto juga mengingatkan agar masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh klaim-klaim yang belum tentu memiliki dasar hukum. Proses hukum memiliki mekanisme dan tahapan yang harus hormati. Menggiring opini seolah praperadilan adalah jalan pintas untuk membuktikan tudingan justru dapat menyesatkan publik. Di sisi lain, ia menilai bahwa penolakan praperadilan bukanlah bentuk pembungkaman kritik, melainkan konsekuensi dari penerapan hukum yang konsisten. Kritik dan aspirasi tetap sah sampaikan, namun harus ditempatkan pada saluran yang tepat dan sesuai dengan koridor hukum. Dengan berbagai pertimbangan tersebut, Aryanto optimistis bahwa jika Roy Cs benar-benar mengajukan praperadilan terkait kasus Jokowi, hasilnya dapat tebak. Gugatan tersebut nilai tidak akan lolos dari uji hakim dan berakhir dengan penolakan.