RUU Aceh Baleg DPR Tegaskan Dana Otsus Tak Boleh Disetop

Jakarta, TabelMedia.comBadan Legislasi (Baleg) DPR RI kembali menegaskan komitmennya untuk memperpanjang dana otonomi khusus (Otsus) Aceh dalam rangka revisi Undang‑Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Dalam proses pembahasan RUU Pemerintahan Aceh, Baleg menyematkan argumen historis dan konstitusional, merujuk pada MoU Helsinki 2005 sebagai dasar moral dan politis.

Alasan Baleg: Otsus Aceh Harus Diperpanjang

Ketua Baleg DPR, Bob Hasan, menyatakan bahwa perpanjangan Otsus Aceh bukanlah sekadar opsi, melainkan suatu kewajiban. Menurut dia, Aceh memiliki kekhususan baik sejarah, budaya, maupun sumber daya alam yang memerlukan pengaturan otonomi khusus yang berkelanjutan dan adil.

Bob Hasan menegaskan bahwa revisi UUPA tidak hanya akan menyoal perpanjangan Otsus, tetapi juga menyempurnakan aspek pengelolaan sumber daya alam, kewenangan pemerintahan daerah, dan pembagian hasil alam. Formulasi baru terkait Otsus anggap perlu agar dana tersebut bisa lebih efektif dan benar-benar menyentuh kesejahteraan masyarakat Aceh.

Rujukan ke MoU Helsinki

Salah satu titik sentral pembahasan revisi ini adalah Perjanjian Helsinki 2005. Yang anggap sebagai fondasi perdamaian Aceh dan dasar legal untuk UUPA. Ketua Baleg, Bob Hasan, bahkan menyatakan bahwa semangat filosofis dari MoU Helsinki harus tercermin dalam revisi undang-undang. Terutama dalam pengaturan otonomi dan fiskal Aceh.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). Baleg mengundang Jusuf Kalla (JK), mantan Wakil Presiden sekaligus tokoh penting dalam perundingan Helsinki, untuk memberikan masukan. JK sendiri mendukung perpanjangan dana Otsus. Dengan alasan untuk menutup ketertinggalan ekonomi Aceh bandingkan daerah lain dan agar kesejahteraan masyarakat Aceh bisa setara.

Kritik dan Tantangan

Tidak semua pihak sepakat dengan pendekatan Baleg. Misalnya, legislator dari Fraksi Demokrat, Benny K. Harman, menyebut bahwa narasi “sedikit-sedikit Helsinki” terlalu sering pakai dalam pembahasan fiskal hingga tuntutan Otsus. Menurutnya, revisi UUPA perlu dievaluasi secara menyeluruh bukan cuma pakai sebagai “justifikasi tanpa batas” dari MoU Helsinki.

Sementara itu, elemen masyarakat Aceh dan DPR pun mengingatkan bahwa janji keistimewaan Aceh yang tercantum. Dalam MoU Helsinki harus ikuti dengan implementasi konkret, agar bukan sekadar “pepesan kosong.”

Implikasi Politik dan Sosial

  • Keadilan Fiskal: Perpanjangan Otsus bisa menjadi alat untuk memperkuat keadilan pembangunan di Aceh, terutama dalam pengelolaan sumber daya alam dan fasilitas publik.
  • Stabilitas Perdamaian: Menjaga semangat Helsinki melalui revisi bisa memperkuat fondasi perdamaian jangka panjang di Aceh.
  • Pengawasan dan Transparansi: Agar dana Otsus efisien dan tepat sasaran, perlu ada mekanisme pengawasan yang lebih ketat dari pusat dan daerah.
  • Tantangan Politik: Perdebatan soal Otsus dan revisi UU ini bisa memicu gesekan antara aspirasi lokal Aceh dan pandangan nasional tentang desentralisasi fiskal.

Permintaan Baleg DPR untuk tidak menyetop dana Otsus Aceh dalam RUU Pemerintahan Aceh menunjukkan komitmen legislatif terhadap kekhususan Aceh. Dengan merujuk pada MoU Helsinki dan melibatkan tokoh seperti JK, Baleg menegaskan bahwa perpanjangan Otsus bukan semata soal uang. Melainkan soal janji perdamaian dan keadilan historis. Namun, tantangan besar datang dari pihak yang mengingatkan agar revisi UU ini tidak hanya menjadi retorika politik. Tetapi benar-benar menghasilkan perubahan nyata untuk masyarakat Aceh.

By admin