Jakarta, TabelMedia.com – Upaya mitigasi bencana di Indonesia kembali menjadi sorotan setelah pemerintah memperketat penegakan izin dan meningkatkan akuntabilitas di berbagai sektor pembangunan. Kebijakan ini dipandang sebagai langkah strategis dalam menekan risiko bencana yang semakin meningkat akibat perubahan iklim, penyalahgunaan ruang, dan lemahnya pengawasan di lapangan. Pemerintah menegaskan bahwa mitigasi bencana tidak hanya bergantung pada respons cepat saat kejadian, melainkan harus mulai dari hulu melalui tata kelola perizinan yang lebih ketat dan transparan. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah bencana seperti banjir, tanah longsor, hingga kebakaran hutan dan lahan kerap picu oleh kegiatan manusia yang tidak sesuai aturan.
Pembangunan tanpa izin, alih fungsi lahan yang tidak terkendali, hingga lemahnya verifikasi dokumen menjadi penyebab utama kerentanan. Karena itu, pemerintah kini fokus memperkuat penegakan izin dan memastikan setiap kegiatan pembangunan memenuhi standar keselamatan lingkungan dan risiko bencana. Kementerian terkait menekankan bahwa penerbitan izin tidak boleh lagi menjadi proses administratif semata. Izin harus mencakup penilaian mendalam terhadap dampak lingkungan, potensi ancaman geologi, serta kapasitas penanggulangan risiko di wilayah tersebut. Pemerintah daerah juga beri mandat lebih besar untuk melakukan pengawasan langsung dan memberikan sanksi bila terjadi pelanggaran.
Pengetatan Pengawasan untuk Cegah Pembangunan Berisiko
Pengetatan terhadap proses perizinan mulai terapkan di berbagai sektor, terutama pembangunan infrastruktur, perumahan, kawasan industri, serta pengelolaan sumber daya alam. Pemerintah menilai bahwa banyak kejadian bencana sebenarnya dapat cegah bila standar pengawasan terapkan secara konsisten. Salah satu langkah yang kini menjadi fokus adalah digitalisasi sistem perizinan guna mencegah manipulasi data serta memperkuat jejak audit. Dengan sistem yang transparan, setiap izin yang keluarkan dapat pantau oleh berbagai pihak, termasuk auditor, instansi pengawasan, hingga masyarakat.
Langkah ini bertujuan mengurangi peluang terjadinya praktik koruptif yang selama ini kerap menjadi akar masalah lemahnya mitigasi bencana. Selain itu, pemerintah memperluas penggunaan peta risiko bencana sebagai dasar perencanaan tata ruang. Wilayah rawan longsor, banjir, hingga tsunami kini anggap sebagai area terlarang untuk pembangunan tertentu kecuali memenuhi standar mitigasi tambahan. Kebijakan ini harapkan mengurangi kerugian besar akibat pembangunan di zona berbahaya yang selama ini masih sering lakukan.
Akuntabilitas Diperkuat untuk Dorong Tata Kelola yang Lebih Baik
Selain penegakan izin, peningkatan akuntabilitas juga menjadi titik penting dalam mitigasi bencana nasional. Pemerintah menekankan perlunya koreksi total terhadap tata kelola yang masih lemah, termasuk dalam sistem pengawasan anggaran, pelaksanaan proyek, dan kegiatan restorasi lingkungan. Akuntabilitas tidak hanya bebankan kepada pemerintah daerah, tetapi juga kepada perusahaan dan pelaku industri yang wajib mematuhi peraturan perlindungan lingkungan dan mitigasi risiko.
Sanksi administratif hingga pidana kini menjadi ancaman nyata bagi mereka yang melanggar. Hal ini lakukan untuk memastikan seluruh pihak memegang peran aktif dalam pencegahan bencana. Pemerintah menegaskan bahwa mitigasi bencana adalah investasi jangka panjang. Dengan perizinan yang jelas, pengawasan yang ketat, dan akuntabilitas yang terukur, risiko bencana di masa depan dapat tekan secara signifikan. Upaya ini sekaligus menjadi pembuktian bahwa Indonesia semakin serius membangun tata kelola yang lebih tangguh dan berkelanjutan.